Atas undangan dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah (BPK) XIII (Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan) dalam rangka Hari Pendidikan Nasional, Pusat Studi Kebudayaan UGM melaksanakan kegiatan workshop bertema “Adaptasi Iluminasi Manuskrip ke dalam Bentuk Wastra”. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari (17-18 Mei 2024) di Museum Lambung Mangkurat, Banjar Baru, Kalimantan Selatan, melibatkan para pemerhati dan perajin Sasirangan di wilayah BPK XIII.
Sesuai arahan kepala BPK XIII, Dr. Muslimin A. R. Effendy, M.A., kegiatan ini bertujuan memperkenalkan iluminasi manuskrip kuno yang terdapat di Kalimantan Selatan. Dimungkinkan bahwa pengetahuan tentang keberadaan iluminasi ini akan menambah wawasan para pengrajin.
Workshop Wastra dengan narasumber Dr. Husnul Fahimah Ilyas, S.Pd, MA.Hum., Dr. Sri Ratna Saktimulya, M.Hum., dan Ayu Ismaya Rachmawa Dharma, S.Sn., meliputi pengetahuan iluminasi (hari ke-1) dan bagaimana mengadaptasikannya ke dalam bentuk wastra (hari ke-2). Naskah Koleksi Astana Mangkubumi Kotawaringin Pangkalan Bun dan Koleksi Banjar Corner Perpustakaan UIN Antasari diiluminasikan kemudian diproses menjadi batik.
Disampaikan oleh plt. Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM, Dr. Sri Ratna Saktimulya, M.Hum., bahwa yang dimaksud dengan iluminasi adalah pencerahan atau pemertinggi kesan atas halaman naskah melalui teknik penulisan, pola pewarnaan, hiasan dekoratif, atau kelengkapan lainnya. Termasuk dalam kategori ini adalah hiasan pungtuasi, pembingkai teks, rubrikasi, dan gambar kaligrafi (Berhrend 1996: 188).
Contoh bentuk adaptasi iluminasi manuskrip ke dalam bentuk wastra yakni di Pura Pakualaman Yogyakarta telah dikembangkan wastra dengan menggunakan iluminasi dari naskah untuk dijadikan motif-motif batik tulis dan cap nan indah. Ada pula iluminasi delapan dewa (Asthabrata) yang dikembangkan menjadi gantungan kunci ber-barcode dan dilengkapi pengetahuan berupa penjelasan mengenai kedelapan dewa tersebut. Dengan begitu, pengetahuan tentang penggalian sumber inspirasi melalui manuskrip di manapun dapat dialihwahanakan ke produk yang diminati di masa kini.
Pada Workshop Wastra ini peserta menerima teori, memahami filosofinya, melakukan proses membatik, mempraktekkan dengan sabar dan tekun, serta melibatkan kreativitas; kaitannya dengan pembelajaran membatik ini lah yang termasuk dalam konsep Tri-NGA.
“Proses membatik melibatkan Ngerti-Ngrasa-Nglakoni (Tri-NGA). Hubungannya dengan Tri-NGA adalah hasil budaya tidak hanya terbatas pada olah seni dan pertunjukan, tetapi juga cara berpikir yakni bagaimana bersikap bagi diri dan memperlakukan sesuatu bagi orang lain pun menjadi bagian dari budaya. Pembiasaan dilakukan dengan penuh kesadaran agar terwujud hidup selamat dan bahagia”, tutur Dr. Sri Ratna Saktimulya, M. Hum. (narasumber).
Penulis: Wigyasri Titiswari